Review Film “Jenderal Soedirman”

ClickHandler.ashx

Halooo! Welcome back to my blog! Sorry for not posting for a pretty long time, I got so busy with homeworks :(. Jadi di post kali ini, gue akan nulis review film untuk kedua kalinya. Film yang akan direview kali ini adalah film “Jenderal Soedirman”.

Film ini diproduksi oleh Yayasan Kartika Eka Paksi dan Padma Pictures. Yayasan Kartika Eka Paksi merupakan yayasan purnawirawan dari TNI-AD, yang namanya turut dipersembahkan dalam film kepada penonton. Film biografi ini disutradarai oleh Viva Westi, yang pernah menyutradarai film “Sukarno: Indonesia Merdeka” yang juga merupakan film biografi pada tahun 2013 silam.
Adipati Dolken, Ibnu Jamil, Baim Wong berperan sebagai karakter-karakter utama dalam film. Adipati Dolken berperan sebagai karakter pusat, yaitu Jenderal Sudirman. Ibnu Jamil berperan sebagai Nolly, pendamping Jenderal Sudirman. Sementara, Baim Wong berperan sebagai Sukarno, yang menurut gue merupakan pemilihan cast yang aneh. Namun, Baim Wong berhasil memerankan tokoh beliau dengan sangat baik. Besides them, Mathias Muchus berperan sebagai Tan Malaka. Walaupun perannya tidak terlalu besar, penampilan karakter Tan Malaka di film ini memberi tahu masyarakat awam tentang dirinya yang tidak terlalu diingat seperti pahlawan-pahlawan “mainstream” lainnya. Selain itu, Lukman Sardi, Annisa Hertami, Nugie, dan beberapa aktor lain menjadi pemeran pembantu.

Film ini menceritakan tentang perjalanan Jenderal Soedirman dan pasukan gerilyanya melawan Agresi Militer Belanda II pada tahun 1948. Sinopsis film adalah sebagai berikut: “Belanda menyatakan secara sepihak sudah tidak terikat dengan perjanjian Renville, sekaligus menyatakan penghentian gencatan senjata. Pada tanggal 19 Desember 1948, Jenderal Simons Spoor Panglima Tentara Belanda memimpin Agresi militer ke II menyerang Yogyakarta yang saat itu menjadi ibukota Republik..
Soekarno-Hatta ditangkap dan diasingkan ke Pulau Bangka. Jenderal Soedirman yang sedang didera sakit berat melakukan perjalanan ke arah selatan dan memimpin perang gerilya selama tujuh bulan.
Belanda menyatakan Indonesia sudah tidak ada. Dari kedalaman hutan, Jenderal Soedirman menyiarkan bahwa Republik Indonesia masih ada, kokoh berdiri bersama Tentara Nasionalnya yang kuat.
Soedirman membuat Jawa menjadi medan perang gerilya yang luas, membuat Belanda kehabisan logistik dan waktu.
Kemanunggalan TNI dan rakyat lah akhirya memenangkan perang. Dengan ditanda tangani Perjanjian Roem-Royen, Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan RI seutuhnya”.
Again, too much revealing synopsis –“. Kenapa sih synopsis film ini terlalu revealing? Padahal jika pihak produser filmnya mau, sinopsisnya bisa dibuat interesting dengan memanfaatkan tema ceritanya, yaitu perang gerilya.

Now let’s review the actual movie. Karena ini merupakan sebuah film perang, kita akan review scene pertempurannya dahulu. Sebagai film yang pembuatannya dilakukan dengan bantuan purnawirawan-purnawirawan Jenderal TNI, seharusnya scene pertempuran bisa menjadi lebih realistik dan memukau. Tetapi tidak, efek peperangan seperti animasi pesawat, bom, dan ledakan terlihat sangat “amatir” dan terkesan dibuat terburu-buru. Ilustrasi penyerangan darat oleh infantri Belanda juga “meh” banget. Ada satu scene dimana sebuah regu infantri Belanda beranggotakan sekitar 10 orang berjalan cepat di lapangan terbuka, yang merupakan hal janggal karena di area terbuka, tentara menjadi sangat terekspos dan vulnerable. Kok bisa gitu ya produser-produser film yang mantan tentara itu nggak mikirin ini dengan matang -_-“?

Jenderal Soedirman terkenal akan taktik gerilyanya ampuh melawan pasukan Belanda, bahkan sampai diakui dunia dan menginfluensi taktik gerilya pasukan Viet Cong pada Perang Vietnam. Namun, di film ini taktik-taktik beliau tidak diperlihatkan dengan mantap. Di bagian-bagian film di mana Ia dan pasukannya bergerilya, taktik Sudirman tidak diperlihatkan secara optimal. Mereka terkesan seperti hanya kabur dari kejaran tentara Belanda. Jenderal Sudirman pun terlihat lemah dalam sebagian besar film, memang Ia sedang sakit, tetapi lemesnya itu dramatis banget. Akan tetapi, semangat berjuang diperlihatkan oleh pasukan sang Jenderal. Mereka melakukan beberapa ambush pada Belanda yang efektif menghentikan kejarannya. Scene ambush-ambush itu pun dieksekusi dengan cukup baik.

Now the really good stuffs about this movie are, karakter-karakter yang sifat dan kepribadiannya bervariasi, pengambilan gambar panoramik yang ciamik (asik), dan juga acting Adipati Dolken serta Ibnu Jamil.
Karakter yang paling “special” dalam film ini menurut saya adalah Karseni, seorang anak yang medhok dan polos. “Kemedhokkan” dan kepolosan Karseni sungguh bikin film ini lebih enjoyable dan tidak kaku. Karakter doi ini merupakan sumber dari komedi pada film.
Pengambilan panoramik pemandangan alam di film ini itu bagus banget. Salah satu penunjukkan alam terbaik dalam film yang pernah gue lihat. Manjain mata banget deh pokoknya.

Now to round it up:
Should you watch this movie?: Yes
Rating: 7.5/10

Okay guys itu aja buat reviewnya kali ini. Thanks for reading and see you in the next post! 😀

Baca ini juga yaa:

Nasionalisme Basi – https://aryoduta86.wordpress.com/2015/08/17/29/

Tinggalkan komentar